Minggu, 31 Agustus 2008

Menanti Perubahan di Labuhan Batu

Labuhan Batu merupakan salah satu kabupaten yang ada di provinsi Sumatra Utara terkenal dengan sumber daya alamnya Kelapa Sawit dan Karet, dan memiliki tiga sungai besar, yaitu Sungai Bilah, Sungai Kualuh dan Sungai Barumun merupakan aset daerah yang subur, sehingga tidak mengherankan lebih dari 58 % wilayahnya dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan didominasi oleh subsektor perkebunan. Perkebunan sendiri menyita lahan 424.180 hektar atau 46 % luas wilayah sebagaimana Kelapa Sawit pada tahun 2000 telah mencapai 4,3 juta ton dari lahan seluas 292.649 hektar, dan perkebunan Karet mencapai 109,3 ribu ton dari lahan seluas 118.779 hektar. Sedangkan peran industri sebagai pengolahan hasil pertanian yang mencapai sekitar 39 industri besar dan sedang, dan ditambah 77 % berupa minyak sawit mentah dan inti sawit yang menggunakan bahan baku kelapa sawit. Dengan demikian, kondisi alam tersebut secara sederhana dapat dikatakan sangat mendukung untuk perekonomian yang baik bagi Labuhan Batu dari segala sektornya apabila dilakukan pengelolaan dengan baik dan terampil, dan serta menempatkan tangan-tangan ahli yang berkompeten dibidangnya untuk mencapai kesejahteraan bersama dan tidak ditumpangi oleh unsur kepentingan tertentu.

Peluang Kemajuan Otonomi
Beranjak dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 pasal 13 (1) tentang pemekaran daerah yang dapat dilakukan berdasarkan kriteria kemampuan ekonomi, memiliki potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk memadai dan luas daerahnya memungkinkan untuk pengembangan daerah, sehingga apabila kriteria ini tidak dipenuhi akan membawa konsekuensi pada tidak terciptanya upaya pemekaran yang menjanjikan perbaikan pada derah dari segala sektornya. Melihat kemampauan ekonomi dan potensi daerah yang dimiliki Labuhan Batu sangat memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, karena dari aspek perekonomian dan potensi daerah sangat berkopetensi dibanding dari daerah lainnya yang ada di Sumatera Utara sebagaimana hasil alam yang menjanjikan dari aspek perkebunan dan daratnya untuk memenuhi segala kebutuhan yang ada, dan hampir dapat dipastikan apabila dilakukan pengelolaan yang baik impian “ekonomi kerakyatan” sebagaimana yang digagas pakar ekonomi UGM, Mubyarto, dengan melibatkan seluruh kekuatan ekonomi rakyat akan terwujud.
Sedangkan dari sisi sosial budaya Labuhan Batu sebenarnya memiliki kecenderungan keaneka-ragaman budaya sebagaimana yang disebut sosiolog Amerika, Jary, dengan istilah “multiculturalism” yang diikat dalam semboyan “ika bina enpabolo”, sehingga pada masyarakat Labuhan Batu keanekagaman budaya tidak hanya dilihat dari segi kemajemukan, akan tetapi lebih menekankan keaneka-ragaman dari sudut persamaan untuk membangun kemajuan bersama. Sebagaimana dibuktikan bahwa suku dan ras yang berbeda bukanlah suatu penghalang terjalinnya kerjasama dalam upaya koneksinitas antara sesama secara individual hingga sosial kemasyarakatan, bahkan dalam suatu lembaga kemasyarakat tidak jarang ditemui adanya beragam suku dan agama dalam upaya memajukan Labuhan Batu kedepan yang lebih baik dari sebelumnya.Pada aspek sosial politik Labuhan Batu menganut sistem demokrasi yang esensinya jauh lebih maju selangkah dari pada konsep demokrasi yang ditawarkan Barat sendiri, karena dalam persfektif Barat demokrasi lebih ditekankan pada mayoritas, sedangkan demokrasi yang dibanguan Labuhan Batu menekankan aspek profesionalisme bukan populeritas semata, sehingga kepemimpinan diangkat berdasarkan aspek kemampuan dan kebenaran yang dimilikinya. Hal ini dibuktikan bahwa sistem pemilihan pemimpin tidak hanya didominasi dari satu suku ras tertentu, akan tetapi semua kalangan berhak untuk menduduki posisi tersebut tanpa melihat suku dan agama sebagai indikasi bahwa keaneka-ragaman politik lebih ditekankan pada aspek penghargaan dari pada penunjukan sentimen rasisme.
Demikian juga jumlah penduduk yang lebih mencapai 840.382 jiwa dengan luas daerah + 9.223.18 Km2 merupakan suatu kelompok komunitas dan lahan yang cukup luas bagi pengembangan profesi dan keahlian beragam dikalangan masyarakat, sehingga apabila pengelolaan dan pemanfaat yang ada dapat dilakukan secara baik akan menekan angka pengangguran bukan hanya pada daerah Labuhan Batu, akan tetapi juga sebagai syafaat bagi daerah lainnya. Selain itu, ditambah lagi banyaknya menyebaran putra daerah keseluruh propinsi yang ada Indonesia hingga luar negeri baik yang berstatus sekolah atau menjabat pada lembaga pemerintah atau swasta merupakan ‘para perantau yang terdidik’ dan tidak diragukan lagi memiliki kemampuan dan wawasan serta pengalaman yang cukup tinggi khususnya dalam upaya memajukan daerah Labuhan Batu. Dengan demikian harapan untuk menciptakan Labuhan Batu sebagai daerah yang mandiri dan sejahtera akan benar-benar tercapai.

Tantangan dalam Pengembangan
Sebagaimana lazimnya setiap segala sesuatu cita yang besar memerlukan kesiapan diri dan mental, karena sangat mustahil keberhasilan dapat diraih tanpa pengorbanan. Demikian juga sebaliknya gagasan pemekaran Labuhan Batu bukan tanpa tantangan dan hambatan dalam proses persiapan diri baik dalam bentuk sarana dan prasarana yang menunjang mempermudah terwujudnya impian otonomi daerah yang mampu terhadap pengembangan dirinya sendiri. Persiapan untuk kematangan pemekaran membutuhkan waktu yang tidak sedikit idealnya minimal satu atau dua tahun, karena pemisahan daerah yang telah bersatu dan menyatu memiliki keterkaitan secara langsung antara keduanya atau lebih, sehingga persiapan yang ekstra sangat menentukan perbaikan nasib dua atau tiga daerah yang akan dimekarkan dalam upaya memenuhi segala kebutuhan internal dan eksternalnya.
Selain itu, kesiapan mental juga sangat menentukan kebangunan daerah yang telah memiliki hak otonom sendiri, karena kondisi daerah yang selama ini berpusat dan bergantung pada ibu kota sebagai pusat dan referensi segala sesuatunya terpaksa harus mencari dan memecahkan segala problema yang mungkin timbul dengan sendirinya, sehingga diperlukan adanya managemen yang benar-benar unggul dan siap untuk menghadapi segala problema yang akan muncul. Sedangkan kondisi masyarakatnya sendiri sebenarnya kurang potensial dan produktif dalam upaya mengikuti perkembangan disegala bidang. Hal ini dibuktikan bahwa ada semacam tradisi profesi kesinambungan antara seorang anak dengan orang tuanya, sehingga tidak mengherankan anak seorang petani atau nelayan akan menjadikan anaknya sebagai pelanjut profesi dibidang pertanian dan nelayan juga yang terkadang kondisi perekonomiannya lebih jauh dibawah orang tuanya.
Kondisi ini sangat terkait dengan rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan, karena pendidikan yang tidak memadai akan menjadikan masyarakat sebagai konsumen oriented dalam segala bidangnya, sehingga pada akhirnya potensi alam yang ada tidak akan mampu dimanfaatkan dengan maksimalnya, bahkan akan didominasi oleh kalangan yang hanya mandangnya dari aspek keuntungan semata. Sikap ini juga merupakan salah satu bentuk pendurhakaan terhadap Tuhan, karena tidak mampu memanfaatkan fasilitas yang ada. Selanjutnya, ditambah minimnya sarana komunikasi yang merupakan ciri khas masyarakat metropolitan menjadikan masyarakat dan daerah tidak siap untuk bersaing dalam menghadapi era globalisasi yang merupakan sebagai tantangan, karena globalisasi akan lebih menawarkan “gombalisasi” apabila tidak memiliki kesiapan dan kemampuan ilmu pengetahuan dalam menyikapinya yang juga sekaligus sebagai penghambat laju perkembangan. Dengan demikian tantangan yang ada idealnya dijadikan sebagai start awal dalam perumusan cita besar pembangunan, bukan dijadikan sebagai titik kelemahan.
Dengan demikian, gagasan pemekaran Labuhan Batu selayaknya mendapat sorotan serius dari semua kalangan terutama para perantau terdidik, karena momentum tersebut merupakan titik tolak awal kebangunan Labuhan Batu dari keadaan sebelumnya yang secara tidak langsung meminta intervensi tangan-tangan ahli terdidik untuk memformulasikan segala sesuatu baik dari sisi kesiapan masyarakat hingga managemen pembangunan daerah. Dengan demikian tantangan dalam upaya pemekaran tersebut merupakan agenda kerja dari segala pihak yang terlibat dalamnya.[]

Labuhan Batu

Kabupaten Labuhan Batu adalah salah satu kabupaten yang ada di provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Rantau Prapat. Kabupaten Labuhan Batu terkenal dengan hasil perkebunan kelapa sawit dan karet.

Wilayah kabupaten yang dilalui tiga sungai besar yaitu Sungai Bilah, Sungai Kualuh dan Sungai Barumun merupakan daerah yang subur. Hal ini dapat dilihat dari 58 persen wilayahnya dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, dimana di dalamnya didominasi subsektor perkebunan.

Perkebunan sendiri menyita lahan 424.180 hektar atau 46% luas wilayah Kabupaten Labuhan Batu. Hasil utama dari perkebunan adalah kelapa sawit dan karet. Kelapa sawit, misalnya pada tahun 2000 dapat memproduksi 4,3 juta ton dari lahan seluas 292.649 hektar. Dari lahan seluas 118.779 hektar kebun karet, pada tahun 2000 dapat diproduksi 109,3 ribu ton karet. Sebagian besar industri di kabupaten ini merupakan industri pengolahan hasil pertanian, khususnya perkebunan. Produk yang dihasilkan dari sekitar 39 industri besar dan sedang, 77 persen berupa minyak sawit mentah dan inti sawit yang menggunakan bahan baku kelapa sawit. (sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Labuhan_Batu)